Mataparlemen.com – KPK saat ini sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi sistem proteksi TKI di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) pada 2012. Sejumlah saksi berasal dari kalangan elite politik hingga swasta, seperti apa kasusnya?
KPK mengatakan kasus ini menyebabkan negara merugi senilai Rp 17,6 miliar. Dalam perkara ini juga KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka.
Tiga orang itu adalah mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2011-2015 yang juga politikus PKB, Reyna Usman; pejabat pembuat komitmen Pengadaan Sistem Proteksi TKI tahun 2012, I Nyoman Darmanta; serta Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia.
“Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan RI, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan ini sejumlah sekitar Rp 17,6 miliar,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (25/1).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada saat penahanan tersangka menjelaskan sistem proteksi TKI merupakan tindak lanjut dari rekomendasi tim terpandu perlindungan TKI di luar negeri.
Alex mengatakan Reyna, yang saat itu menjabat Dirjen, mengajukan anggaran Rp 20 miliar pada 2012 untuk membuat sistem proteksi TKI di luar negeri.
Pada Maret 2012, menurut Alexander, ada pertemuan antara Karunia dan Nyoman untuk menyusun harga perkiraan sendiri dan disepakati penggunaan data tunggal dari PT AIM. Proses lelang kemudian dikondisikan untuk memenangkan PT AIM.
“KRN (Karunia) sebelumnya telah menyiapkan dua perusahaan lain seolah-olah ikut serta dalam proses penawaran dengan tidak melengkapi syarat-syarat lelang sehingga nantinya PT AIM dinyatakan sebagai pemenang lelang,” ucapnya.
Setelah kontrak dilaksanakan, ternyata terdapat item-item seperti komposisi hardware dan software yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam surat perintah mulai kerja. Namun Nyoman telah menyetujui pembayaran 100 persen ke PT AIM.
“Dilakukan pembayaran 100 persen ke PT AIM walaupun fakta di lapangan untuk hasil pekerjaan belum sepenuhnya mencapai 100 persen,” ucapnya.
KPK mengatakan pembayaran itu dilakukan meski hardware dan software sama sekali belum diinstal sama sekali untuk menjadi basis utama penempatan TKI di Malaysia dan Arab Saudi. Perbuatan itu bertentangan dengan sejumlah aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk yang menjadi basis utama penempatan TKI di negara Malaysia dan Saudi Arabia,” ucapnya.
Akibat perbuatan itu, ketiga tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 33 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Nyoman dan Reyna telah ditahan, sementara Karunia diminta untuk kooperatif memenuhi panggilan KPK.
KPK pun memeriksa sejumlah saksi salah satunya ada Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar yang dulunya merupakan Menteri Tenaga Kerja (Menaker). Kemudian terbaru hari ini politikus Ribka Tjiptaning diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komisi IX DPR RI saat itu.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pun menilai kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi hukum karena kadernya diperiksa terkait kasus ini.
“Nah, hari ini ada proses upaya juga kriminalisasi hukum, itu terjadi bukan hanya kepada pasangan Ganjar-Mahfud, tetapi juga pada pasangan AMIN, yaitu Mbak Ribka Ciptaning ya, kemarin melaporkan kepada kami bahwa beliau diundang di KPK sebagai saksi karena Mbak Ning ini dalam rapat sering mempertanyakan terhadap pengadaan sistem proteksi TKI,” kata Hasto saat jumpa pers di DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (1/2).
Selain itu, Hasto menduga Ribka dipanggil karena mengkritik keras pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran. Hasto kemudian menyinggung cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang pada saat debat dianggap menyentuh personal kandidat lain.
“Dan tetapi sebelumnya karena Mbak Ning ini mengkritik sangat keras terhadap pasangan 02, tiba-tiba muncul panggilan seperti itu tiada hujan, tiada angin. Ketika Pak Cak Imin di dalam debat yaitu berdebat dengan Mas Gibran itu kan debat yang biasa, tapi tiba-tiba dianggap menyentuh personal sehingga kemudian muncul lah kasus yang sepertinya itu begitu cepat berproses, sementara yang sudah berproses sebelumnya termasuk terhadap kasus minyak goreng misalnya itu menunjukkan tidak ada, tindak lanjut. Jadi ini yang kemudian menciptakan kriminalisasi hukum itu,” imbuhnya.
KPK sudah menegaskan bahwa kasus ini tidak ada hubungannya dengan Pemilu 2024. KPK menegaskan kasus ini berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif dan Penghitungan Kerugian Negara (PKN) yang disampaikan BPK.
“Sebagaimana yang saya sampaikan KPK akan melakukan penanganan perkara tidak terpengaruh oleh kontestasi pemilu apa pun lah di tahun politik 2024, dan nggak ada hubungannya sama sekali,” kata Alexander Marwata dalam kesempatan yang sama.
Alexander mengatakan audit itu sudah lama diminta KPK ke BPK. Dia mengatakan BPK baru menerbitkan hasil auditnya beberapa waktu lalu.
“Terkait kemarin dengan adanya audit BPK itu permintaannya sudah lama, cuma baru terbit kemarin itu dari hasil perhitungan kerugian negara oleh BPK karena konstruksinya Pasal 2 atau Pasal 3 di mana salah satu unsurnya adalah menyangkut kerugian negara dan kita minta BPK untuk melakukan audit,” ucap Alexander.
“Bukan suatu hal yang kemudian seolah-olah kenapa baru sekarang,” tambahnya.****
Komentar