Matamataparlemen.com – Pakar Otonomi Daerah Prof. Djohermansyah Johan mengkritik tuntutan kepala desa mengenai masa jabatan sembilan tahun tiga periode. Menurutnya tuntutan secaman itu tidak masuk akal.
Djohermansyah khwatir jika jabatan kepala desa sampai sembilan tahun dan dapat dipilih sampai tiga periode akan mebuka potensi dinasti politk di desa. JIka itu terjadi potensi penyelewengan dana desa atau sumber dana lainnya akan semakin besar.
“Siapapun bisa jadi kades dan siapapun kadesnya bisa melanjutkan pembangunan di desa tersebut. Bukan menjadi monopoli satu orang atau satu keluarga saja,” kata Djohermansyah saat dihubungi, Jumat (2/2/2024).
Sebelumnya sekelompok aparat desa hingga kepala desa melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Rabu (31/1/2024). Aksi tersebut bahkan sampai ricuh hingga diwarnai dengan perusakan pagar gedung oleh sejumlah massa aksi.
Mereka menuntut parlemen segera mengesahkan perubahan kedua Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Revisi UU itu mencakup beberapa klausul misalnya, perpanjangan masa jabatan kepala desa hingga perubahan alokasi dana desa pada APBN.
Nah dalam aksi itu mereka juga menuntut perpanjangan masa jabatan selama Sembilan tahun plus bisa dipilih selama tiga periode. Ketua DPR Puan Maharani sempat menanggapi bahwa revisi UU Desa sengaja ditunda karena memasuki tahun poltik.
Menurut Djohermansyah Johan seharusnya yang diubah adalah sistem pemerintahan desa dan tata kelola pemerintahan desa, bukan memperpanjang jabatannya. Perubahan sistem dan tata kelola tersebut, menurut Djohermasyah, akan memungkinkan pembangunan di desa tetap berlanjut meskipun ada pergantian kades.
“Kalau sekarang ini ganti kades ganti perangkat desa dengan tim sukses dan orang dekat. Sehingga tiodak ada keberlanjutan pembangunan desa,” kata Djohermansyah lagi.
Selain itu, Dohermasyah menyarankan, sekeretaris desa sebaiknya dari PNS atau ASN, sehingga pengelolaan desa dan keuangan desa bisa lebih baik. Ini karena posisi itu butuh orang yang berpendidikan.
Dia menyarankan agar DPR dan pemerintah menampung aspirasi keresahan masyarakat, terutama masyarakat desa. Tuntutan masa jabatan 9 tahun belum tentu sesuai aspirasi masyarakat desa itu sendiri.
Djohermansyah menilai masa jabatan kepala desa seharusnya mengikuti masa jabatan pimpinan nasional, seperti presiden, gubernur, dan bupati atau walikota. Yaitu selama lima tahun satu periode dan dapat dipih lagi sampai dua periode.
Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, M.A. lahir 21 Desember 1954. Ia adalah seorang Akademisi,Birokrat dan pakar Otonomi Daerah Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemdagri) tahun 2010.***
Komentar